Jumat, 24 Februari 2012

KELOMPOK 8:  Arvina Yulindar         (F03109010)
                            Fitria Alfisyahrina      (F03110010)
                            Mukti Abdul Ghani    (F03110022)
                            Nani Lestari                (F03110014)
                            Restu Tri Yuwono      (F03109032)

Daya Pembeda
Daya pembeda sebuah instrumen adalah kemampuan instrumen tersebut membedakan antara audience yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan audience yang tidak pandai (berkemampuan rendah). Indek daya pembeda ini disingkat dengan D dan dinyatakan dengan Index Diskriminasi. Indeks diskriminasi (daya pembeda) ini berkisaran antara 0,00 sampai 1,00. Pada indeks dikriminasi ada tanda negatif.  Tanda negatif pada indeks diskriminasi digunakan jika sesuatu soal “terbalik” menunjukkan kualitas siswa. Yaitu anak pandai disebut bodoh dan anak bodoh disebut pandai.

Dengan demikian ada tiga titik pada daya pembeda yaitu:
-1,00                                                    0,00                                                     1,00
daya pembeda                                     daya pembeda                                     daya pembeda
negative                                               rendah                                                 tinggi(positif)

Soal yang dijawab benar oleh siswa kelas atas maupun kelas bawah, maka soal itu tidak baik karena tidak mempunyai daya pembeda. Jika semua siswa baik kelas atas maupun kelas bawah tidak dapat menjawab dengan benar. Soal tersebut tidak baik juga karena tidak mempunyai daya pembeda. Seluruh pengikut tes dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu kelompok atas ( upper group) dan kelompok bawah (lower group).
Apabila seluruh kelompok atas dapat menjawab soal dengan benar, sedangkan seluruh kelompok bawah menjawab salah, maka soal tersebut mempunyai D paling besar, yaitu 1,00. Sebaliknya jika semua kelompok atas menjawab salah, tetapi semua kelompok bawah menjawab betul, maka nilai D-nya -1,00. S Tetapi jika siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah sama-sama menjawab benar atau sama-sama menjawab salah, maka soal tersebut mempunyai nilai D 0,00. Karena tidak mempunyai daya pembeda sama sekali.

Teori Respons Butir (Item Response Theory)
Penerapan  teori  respons  butir  dalam  kegiatan  penyetaraan  tes  harus memenuhi  dua  asumsi  dasar  yakni  unidimensi  dan  independensi  lokal             (localindependence)  (Kolen & Bremann, 1989: 48). Unidimensi artinya bahwa dimensi karakter  peserta yang diukur oleh  suatu tes  itu tunggal. Independensi lokal adalah bahwa apabila kemampuan–kemampuan yang mempengaruhi kinerja tes dianggap konstan  maka  respons  subjek  terhadap  setiap  butir  secara  statistik  tidak  saling terkait.  Adapun  langkah-langkah  melakukan  kegiatan  penyetaraan  tes  menurut teori respons butir meliputi: 
(1)  Mengestimasi  parameter,  dapat  dilakukan  dengan  menggunakan  program
BILOG 3 atau LOGIST.
(2)   Mengestimasi skala  IRT  dengan menggunakan transformasi linier. 
(3)  Penyamaan skor; jika menggunakan skor jawaban yang benar maka dilakukan konversi ke skala jawaban yang benar da n kemudian ke skala skor.

Teori Tes Klasik                                              
Skor sebenarnya (true score = T) dan skor kesalahan (error score = E) adalah konstruk teoritik yang tidak dapat diamati. Hanya skor amatan (observed score  = X) yang dapat diperoleh, dan skor amatan = skor sebenarnya + kesalahan (X = T + E). Jika kita berbicara skor sebenarnya, penting diingat bahwa skor sebenarnya yaitu skor rata-rata yang diperoleh dari pengulangan tes secara independen dengan menggunakan tes yang sama, adalah teoritis belaka. Skor ini tidak menunjukkan dengan lengkap karakteristik sebenarnya dari peserta tes kecuali kalau tes tersebut memiliki validitas sempurna, yaitu bahwa tes tersebut mengukur dengan tepat apa pokok isi yang diukur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar